Budi daya lidah buaya atau Aloevera sangat menjanjikan. Karena lidah buaya bukan semata tanaman hias, tapi menjadi bahan dasar minuman yang menyehatkan. Bahkan bisa dijadikan tepung untuk bahan dasar kosmetika.
”Lidah buaya yang dapat menambah nilai ekonomis dan jenis unggulan adalah barbadencise dan sinencise. Karena pelepahnya besar dan tebal,” kata Syamsuri Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tani Aloevera di Kampus UI Depok, Rabu (29/4).
Selama ini, KSU Tani Aloevera bekerja sama dengan Pusat Sinergi Riset dan Bisnis Fakultas MIPA UI yang dipimpin Erlin Nurtiyani. Menurut Erlin, pihaknya sudah memiliki lima paten produk lidah buaya dalam bentuk minuman, kapsul, tepung, dan evervesant.
Dengan mendirikan PT Kavera Biotech, Erlin memproduksi semua itu dengan bahan baku yang dipasok dari KSU Tani Aloevera. Namun, kata Erlin, produknya hanya menggunakan lidah buaya organik.
”Dari uji coba laboratorium, aloevera yang menggunakan pupuk kimia hasilnya tidak bagus,” katanya yang meneliti pengolahan lidah buaya sejak 1998 dan baru mempatenkannya tahun 2001.
Menurut Erlin, sambutan pasar sangat bagus atas minuman lidah buaya. Petinggi di Mabes Polri menjadi salah satu pelanggannya. Bahkan pernah dikirim ke Abu Dhabi. ”Namun kami belum siap memenuhi permintaan pasar karena kekurangan bahan baku,” kata Erlin yang berharap minuman lidah buaya bisa menjadi ”Coca-Cola”-nya Indonesia. ”Bulan depan kami sudah ada investor yang sanggup menyediakan mesin untuk pabrik pembuatan minuman dalam kemasan sachet di Sawangan, Depok,” kata Erlin.
Minuman lidah buaya Kavera dikemas dalam botol kaca ukuran 300 ml dijual Rp 7.500 dan untuk ukuran gelas Rp 3.000. Minuman Kavera bisa bertahan sampai satu tahun, meskipun tanpa bahan pengawet. ”Namun Kavera tidak dipasarkan ke pasar modern,” kata Erlin.
Rp 1.000/kg
Sementara itu, Syamsuri mengatakan, KSU Tani Aloevera sudah membina petani-petani di Depok untuk bercocok tanam lidah buaya yang hasilnya mencapai 5 ton sekali panen. Panen lidah buaya rutin dilakukan setiap bulan dengan memetik dua pelepah dari setiap pohon. ”Padahal, kebutuhan lidah buaya dalam satu hari minimal 1 ton,” katanya.
Karena itu, KSU Tani Aloevera mengajak masyarakat menjadi petani lidah buaya dan hasil panennya nanti akan dibeli koperasi dengan harga Rp 1.000/kg. ”Semua lidah buaya hasil dari petani yang kami bina, pasti dibeli oleh koperasi,” ujar Syamsuri.
Syarat untuk mendapat jaminan hasil lidah buaya di beli koperasi antara lain wajib menjadi kelompok tani binaan KSU Tani Aloevera, membeli bibit dari koperasi, serta kualitas tanaman standar koperasi, seperti pelepah tidak luka dan cara pemetikan dilakukan dengan benar.
Harga bibit lidah buaya Rp 2.000/batang umur dua bulan, untuk pupuk organik dan pupuk kandang kambing dipasok koperasi. ”Karena pupuk organik dan pupuk kotoran kambing sangat baik untuk pertumbuhan lidah buaya. Jika menggunakan pupuk kotoran ayam hasilnya tidak bagus. Kalau menggunakan kotoran sapi harus direbus dulu,” kata Syamsuri sambil menambahkan petani bisa menjual bibit anakan lidah buaya ke koperasi Rp 1.000/batang. (Mirmo Saptono)
situshijau
pic from tanamanberkhasiat
Selama ini, KSU Tani Aloevera bekerja sama dengan Pusat Sinergi Riset dan Bisnis Fakultas MIPA UI yang dipimpin Erlin Nurtiyani. Menurut Erlin, pihaknya sudah memiliki lima paten produk lidah buaya dalam bentuk minuman, kapsul, tepung, dan evervesant.
Dengan mendirikan PT Kavera Biotech, Erlin memproduksi semua itu dengan bahan baku yang dipasok dari KSU Tani Aloevera. Namun, kata Erlin, produknya hanya menggunakan lidah buaya organik.
”Dari uji coba laboratorium, aloevera yang menggunakan pupuk kimia hasilnya tidak bagus,” katanya yang meneliti pengolahan lidah buaya sejak 1998 dan baru mempatenkannya tahun 2001.
Menurut Erlin, sambutan pasar sangat bagus atas minuman lidah buaya. Petinggi di Mabes Polri menjadi salah satu pelanggannya. Bahkan pernah dikirim ke Abu Dhabi. ”Namun kami belum siap memenuhi permintaan pasar karena kekurangan bahan baku,” kata Erlin yang berharap minuman lidah buaya bisa menjadi ”Coca-Cola”-nya Indonesia. ”Bulan depan kami sudah ada investor yang sanggup menyediakan mesin untuk pabrik pembuatan minuman dalam kemasan sachet di Sawangan, Depok,” kata Erlin.
Minuman lidah buaya Kavera dikemas dalam botol kaca ukuran 300 ml dijual Rp 7.500 dan untuk ukuran gelas Rp 3.000. Minuman Kavera bisa bertahan sampai satu tahun, meskipun tanpa bahan pengawet. ”Namun Kavera tidak dipasarkan ke pasar modern,” kata Erlin.
Rp 1.000/kg
Sementara itu, Syamsuri mengatakan, KSU Tani Aloevera sudah membina petani-petani di Depok untuk bercocok tanam lidah buaya yang hasilnya mencapai 5 ton sekali panen. Panen lidah buaya rutin dilakukan setiap bulan dengan memetik dua pelepah dari setiap pohon. ”Padahal, kebutuhan lidah buaya dalam satu hari minimal 1 ton,” katanya.
Karena itu, KSU Tani Aloevera mengajak masyarakat menjadi petani lidah buaya dan hasil panennya nanti akan dibeli koperasi dengan harga Rp 1.000/kg. ”Semua lidah buaya hasil dari petani yang kami bina, pasti dibeli oleh koperasi,” ujar Syamsuri.
Syarat untuk mendapat jaminan hasil lidah buaya di beli koperasi antara lain wajib menjadi kelompok tani binaan KSU Tani Aloevera, membeli bibit dari koperasi, serta kualitas tanaman standar koperasi, seperti pelepah tidak luka dan cara pemetikan dilakukan dengan benar.
Harga bibit lidah buaya Rp 2.000/batang umur dua bulan, untuk pupuk organik dan pupuk kandang kambing dipasok koperasi. ”Karena pupuk organik dan pupuk kotoran kambing sangat baik untuk pertumbuhan lidah buaya. Jika menggunakan pupuk kotoran ayam hasilnya tidak bagus. Kalau menggunakan kotoran sapi harus direbus dulu,” kata Syamsuri sambil menambahkan petani bisa menjual bibit anakan lidah buaya ke koperasi Rp 1.000/batang. (Mirmo Saptono)
situshijau
pic from tanamanberkhasiat
No comments:
Post a Comment
Silahkan Koment di kolom berikut ini, jadikan blog ini sebagai tempat sharing berbagi ilmu, terima kasih